Kekerasan pada Anak dan Antisipasinya
Adib Setiawan, M.Psi - 2015-12-17 01:31:25
TANYA :
"Maraknya pemberitaan di media tentang pelecehan seksual membuat saya semakin khawatir terhadap anak saya. Apalagi saya sebagai orang tua dari anak perempuan yang duduk di bangku sekolah TK dan SD. Tapi tentunya menjadi over protektif juga tidak baik. Pertanyaannya, bagaimana saya mengenali ciri-ciri anak yang mendapat pelecehan fisik maupun verbal? Terima kasih."
Carni, Manado
JAWAB :
Terima kasih atas pertanyaannya Ibu Carni dari Manado. Betul, saat ini memang semakin banyak terjadi kekerasan pada anak baik fisik maupun verbal. Selain itu juga kekerasan seksual yang sering terjadi menimpa anak. Untuk kekerasan fisik maupun verbal justru paling banyak pelakunya adalah orang terdekat anak misalnya dari orang tua, tetangga, paman, dan teman. Begitu juga kekerasan seksual sering terjadi pada anak pelakunya adalah ayah kandung, paman, atau tetangga. Kekerasan seksual terjadi ketika ada orang sekelilingnya terlalu baik, namun ada motif tertentu kepada anak.
Nah, bagaimana mengenal anak anak yang mendapatkan pelecehan seksual atau pun kekerasan fisik dan verbal?
Bagi anak yang mendapatkan kekerasan seksual, maka anak akan menjadi mudah takut pada seseorang, pendiam, tidak mau cerita, dan nnenghindari si pelaku atau menolak bertemu dengan pelaku. Namun, karena pelaku ini kadangkala baik dan dekat dengan orang tua mereka, orang tua tidak menyadari kalau anaknya mendapatkan kekerasan dari orang yang dikenalnya. Misalnya anak sering dititipin ke tetangga, dititipin ke guru, atau saudara jauh. Kadangkala mereka melakukan kekerasan seksual pada anak, namun anak tidak mengetahui bahwa hal tersebut merupakan kekerasan. Kadangkala anak diberikan mainan, makanan, uang jajan, kemudian diancam jangan bercerita pada orang lain. Hal tersebut membuat anak tidak berani bercerita karena khawatir dirinya tidak selamat dan mendapatkan nasib celaka yang tidak diharapkan olehnya.
Kurangnya perhatian orang tua berdampak anak semakin tidak bercerita kepada orang tuanya. Anak kadang kala memendam masalahnya bertahun-tahun sehingga anak menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup, sehingga ketika besar memiliki potensi menjadi pelaku kekerasan pada anak-anak lainnya. Perlakuan kekerasan di masa lalu menjadikan dia meniru perilakunya sebagai cara untuk mendapatkan kenikmatan semu ataupun strategi (coping stress) dalam memecahkan masalah yang dia hadapi. Seseorang yang mendapatkan kekerasan akan menjadi pendiam, tertutup dan menyimpan banyak masalah.
Setiap manusia memiliki masalah. Termasuk orang tua yang memiliki masalah dalam hidup baik masalah yang terkait dengan materi, masalah konflik rumah tangga dengan pasangannya, terlalu dominan, mengedepankan ego, memaksakan kehendak, dan mau menang sendiri di hadapan orang lain. Dalam suatu hubungan seringkali seseorang ingin dinilai lebih superior atau lebih hebat dari lainnya. Kadangkala dia lebih dominan dari pasangannya. Kadangkala suami cenderung egois, memaksakan kehendak, suka minum alkohol, sehingga istrinya tidak berani melawannya karena tanpa disadari istri tergantung pada dia. Sifat dominan suami yang suka melakukan kekerasan pada istri akhirnya juga dilakukan pada anak. Kekerasan barangkali awalnya berupa kekerasan fisik atau verbal. Setelah anak tumbuh remaja, maka anak perempuannya mendapatkan kekerasan seksual pada ayahnya sendiri yang amoral tersebut.
Perilaku incest muncul pada mereka orang yang tidak berpegang teguh pada agama. Mereka mengandalkan kesenangan semu dan menjadi pribadi termasuk tidak mampu mengontrol nafsu yang dia miliki. Ditambah lagi seorang ayah tersebut suka minum-minuman keras, sehingga perilakunya semakin membabibuta. Kekerasan seksual pada anak juga bisa dilakukan ayah tiri. Seorang ayah tiri kadangkala tega pada anak tirinya, melakukan kekerasan seksual padanya. Kadangkala kekerasan seksual pada anak diketahui oleh lbunya, namun kadangkala tidak diketahui oleh Ibunya. Kadangkala lbunya tidak bisa berbuat banyak karena disalah satu sisi sang Ibu masih membutuhkan suaminya secara materi. Ada juga yang berani melawan dengan melapor ke pihak berwajib. Namun, kekerasan yang dilakukan orang terdekat misalnya orang tua kadangkala tidak dilaporkan ke pihak berwajib karena khawatir si pelaku kekerasan tidak bisa bekerja atau menafkahinya karena masuk ke jeruji besi.
Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang sifatnya fisik berupa meraba, memeluk, melihat, memegang ke daerah tertentu yang merupakan organ fisik si korban. Kekerasan seksual bisa juga secara verbal yang sifatnya merayu dan juga mengancam. Kekerasan seksual dimulai dari tingkat yang ringan dari merayu dan memegang, sampai ke hal yang berat misalnya melukai secara fisik sehingga si korban merasa sakit misalnya lecet, keluar darah, dan merasa tertekan atau tidak nyaman atas perilaku seseorang yang mengandung unsur seksual tersebut.
Selain orang tua, pelaku kekerasan seksual bisa terjadi pelakunya adalah paman atau saudara sepupu. Mereka karena sering berinteraksi dengan anak, maka kemudian muncul hasrat yang sekiranya melakukan kekerasan seksual pada anak. Mereka biasanya pura-pura baik di awal, kemudian sikapnya sama dengan pelaku-pelaku lainnya. Jika pelaku adalah paman atau sepupu, maka kadang anak tidak mau bertemu atau bermain dengan paman atau sepupu. Jika anak tidak mau bermain atau berkunjung ke rumah mereka, maka orang tua perlu waspada dan mendengarkan apa yang dirasakan oleh anak. Jangan sampai orang tua memaksa anak supaya berkunjung atau bermain ke paman atau sepupu. Ketika anak tidak mau bermain dan anak menjadi tertutup, maka bisa jadi paman atau sepupu melakukan kekerasan pada anak baik kekerasan fisik, verbal, atau kekerasan seksual.
Pelaku yang sering perlu diwaspadai adalah tetangga yang lebih dewasa, suka bermain dengan anak-anak. Misalnya ada tetangga usia lebih dari 10-15 tahun, namun sukanya bermain dengan anak usia 5 sampai 8 tahun. JIka di awal-awal dia terlihat favorit di mata anak-anak, maka orang tua perlu waspada dengan orang tersebut. Cobalah biasa menanyakan apa yang dilakukan anak ketika bermain. Biasakan juga anak bercerita pada orang tua sehingga anak terbiasa terbuka dan jika ada perlakuan kekerasan dari sekelilingnya maka anak akan bercerita. Terus tingkatkan kemampuan verbal anak sehingga memiliki perbendaharaan kosakata yang banyak dan mudah bercerita pada orang lain.
Pelaku kadangkala juga orang yang berusia 20 sampai 50 tahun. Ketika anak mulai tumbuh remaja kadangkala dia mulai bermain dengan teman-temannya. Ketika anak bermain ke temannya ,bisa juga saudara teman bisa menjadi pelaku kekerasan pada anak. Waspadai jika anak usia 10-20 tahun sering bermain ke rumah teman. Jika terlalu sering, maka sebaiknya dilarang. Apalagi jika pergi lebih dari 3 jam maka cari tahu apakah rumah teman tersebut ada orang tuanya atau tidak. Pastikan aman buat anak. Dikhawatirkan ada paman dari si teman atau sepupu teman yang sangat berpotensi melakukan kekerasan seksual pada anak dan remaja yang bermain ke temannya tersebut. Sebisa mungkin anak bermain dengan teman yang baik dan sekiranya keluarganya dari keluarga harmonis. Rumah yang ditempati lebih dari 2 rumah tangga juga memicu adanya potensi adanya pelaku kekerasan.
Kekerasan pada anak dapat dihindari dari keluarga yang terbuka, harmonis, saling menghargai, mengerti pasangan, dan tidak memaksakan kehendak pada orang lain. Latih anak memiliki rasa "malu" sejak dini, menjaga kehormatan diri, dan berani melapor sesuatu kepada orang lain baik guru ataupun orang tua. Jangan mengabaikan apa yang dirasakan anak ketika anak menolak sesuatu. Can tahu mungkin ada suatu yang terjadi pada anak.
SEBAIKNYA terjadinya prilaku kekerasan seksual ini lebih baik dicegah. Bagaimana pencegahannya nanti akan dibahas dalam sesi tips. Namun, anak yang mengalami kekerasan seksual biasanya menunjukkan ciri sebagai berikut :
- Sebelumnya ceria, namun tiba-tiba berubah pendiam.
- Tidak mau bermain ke suatu tempat yang biasa dia datangi. Misalnya tibatiba tidak mau ke rumah paman, tidak mau berkunjung suatu tempat.
- Merasa sakit pada bagian organ tertentu.
- Orang tua kurang perhatian pada anak sehingga anak mencari perhatian di luar, namun dia malah menemukan sosok pedofil yang suka melakukan kekerasan pada anak.
- Orang tua jarang meluangkan waktu kepada anak sehingga anak kurang terbuka pada orang tuanya.
- Menampilkan prilaku yang aneh misalnya memegang kemaluannya atau tiba-tiba melepas celananya pada situasi tertentu.
- Ketakutan melihat seseorang yang diduga adalah si pelaku kekerasan seksual
Untuk menghindari adanya prilaku penyimpangan seksual di lingkungan sekitar, berikut tips-nya :
1. Jadilah keluarga yang harmonis antara suami dan istri. Cobalah terbuka pada pasangan,berkomunikasi, saling mengalah pada pasangan, dan mengerti pasangan.
2. Memberikan contoh yang positif pada anak misalnya mulai mengenal rasa malu sejak dini, mulai dari menutup aurat dan menjagasupaya kemaluannya jangan sampai dilihat orang lain. Jika sudah terbiasa anak mengerti kalau kemaluannya hanya dirinya yang boleh melihat.
3. Anak diajarkan tidak boleh melihat kemaluan din sendiri terlalu lama dan tidak boleh memegang terlalu lama. Sebaiknya yang mengajarkan adalah orang tua yang satu jenis kelamin dengan anak.
4. Jangan sampai kemaluan orang tua dilihat oleh anak.
5. Mulai kenalkan orang yang boleh disapa atau dikenal sejak dini dan dilatih untuk cuek pada orang asing. Anak mulai dilatih kenal dengan teman atau saudara orang tua dan teman sekolah saja. Anak juga dilatih untuk mengenal guru.
6. Anak dilatih hanya boleh menerima sesuatu dari orang tua ataupun dari kakek dan nenek saja. Jangan membiasakan anak menerima pemberian orang lain kecuali pada acara ul-ang tahun.
7. Latih anak untuk menolak jika ada anak lain atau orang lain memegang tubuhnya yang tertutupi oleh baju. Ajarkan pada anak bahwa tubuh yang ditutupi oleh baju tidak boleh di pegang siapapun. Ketika menginjak remaja ajarkan juga tidak boleh bersentuhan tangan dengan lawan jenis.
8. Ajarkan orang lain hanya boleh memegang tangan ketika salaman atau mengelus kepala diperbolehkan hanya orang tua, guru atau ustadz. Itupun yang jenis kelaminnya sama.
9. Jangan mempercayakan anak pada orang lain yang belum bisa dipercaya, misalnya paman, tetangga, pembantu atau orang asing yang sekiranya ada kecenderungan melakukan kekerasan seksual.
10. Tetap sering ajak anak bermain dengan teman seusianya sesering mungkin supaya anak tumbuh semakin percaya diri.
11. Jangan sering menyalahkan anak dan memarahi anak secara kasar. Ajak anak berbicara dan Bantu anak melakukan sesuatu yang diharapkan orang tua. Biasakan anak mau bercerita pada orang tua.
12. Latih anak melapor sesuatu yang tidak sesuai aturan pada guru atau pada orang tua.
13. Sering berdiskusi pada anak dan membangkitkan rasa ingin tahu anak. Latih anak gemar membaca, taat aturan dan kritis terhadap setiap masalah yang ditemui.
14. Jangan mengabaikan apa yang dirasakan anak misalnya anak menolak bertemu pada seseorang. Cobalah dengarkan apa yang dirasakan anak.
15. Waspadai jika anak yang awalnya periang, tiba-tiba menjadi pendiam.
16. Terbiasa berpikir mengantisipasi kejadian di waktu yang akan datang.
ESQ Life Edisi 04 Tahun III Desember 2015